Teknologi Industri Manufaktur di Indonesia Sudah Uzur
Teknologi yang digunakan industri manufaktur di Indonesia sebagian besar sudah tua, bahkan banyak yang telah berumur 40 tahun. Kondisi tersebut mengakibatkan tidak efisiennya penggunaan energi. Penggunaan energi untuk memproduksi 1 ton produk di Indonesia disebutkan lebih besar dibandingkan standar praktik terbaik penggunaan energi dunia.
Demikian ditegaskan Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun saat menerima kunjungan Gubernur Osaka, Jepang, Ichiro Matsui beserta delegasi di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (17/2).Kunjungan ini berkaitan dengan kerja sama antara Prefektur Osaka, Jepang, dan Pemerintah Indonesia di bidang penggunaan teknologi hemat energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan yang sangat potensial dikembangkan. Ini menimbang potensi industri Osaka dan kebutuhan industri nasional.
Alex mencontohkan, Indonesia membutuhkan energi hingga 650 kilowatt hour (kWh) untuk memproduksi 1 ton baja. Padahal, untuk memproduksi baja dengan tonase sama, industri sejenis di Jepang hanya butuh 350 kWh.Alex berharap kunjungan Gubernur Osaka beserta delegasi dapat mempererat jaringan kerja di antara pemerintah. Selanjutnya, diharapkan kondisi ini diikuti dengan peningkatan hubungan bisnis di antara pelaku industri.
Pada konferensi pers di Hotel Millennium, Jakarta, Ichiro Matsui mengatakan bahwa teknologi hemat energi dan ramah lingkungan yang dikembangkan industri di Osaka telah banyak diterapkan di penjuru dunia.”Kami berharap teknologi ini pun dapat diterapkan di Indonesia. Perusahaan Jepang dan Indonesia dapat saling menjalin kerja sama di bidang bisnis,” kata Matsui.
Ia menuturkan, kerja sama bisnis kedua belah pihak dapat dijalin secara bertahap. “Tahap pertama kami memperkenalkan teknologi yang dikembangkan perusahaan Jepang tersebut,” katanya.Tahap selanjutnya diharapkan teknologi hemat energi tersebut dapat diterapkan di fasilitas umum ataupun instansi dan lembaga pemerintah. Pada tahap ketiga sektor swasta yang menjalin hubungan bisnis.
“Apakah bentuknya sebatas hubungan perdagangan atau investasi itu yang nantinya akan diputuskan masing-masing perusahaan,” kata Matsui yang disertai perwakilan 11 industrialis Osaka dalam delegasi yang dibawanya ke Jakarta.Kesebelas industri Osaka tersebut bergerak di dalam bidang energi baru dan terbarukan, ataupun teknologi hemat energi. Apabila dimungkinkan, Matsui pun berharap perusahaan-perusahaan tersebut juga dapat berinvestasi di Indonesia.
Teknologi Industri Manufaktur di Indonesia Sudah Uzur
Teknologi Industri Manufaktur di Indonesia Sudah Uzur
Teknologi yang digunakan industri manufaktur di Indonesia sebagian besar sudah tua, bahkan banyak yang telah berumur 40 tahun. Kondisi tersebut mengakibatkan tidak efisiennya penggunaan energi. Penggunaan energi untuk memproduksi 1 ton produk di Indonesia disebutkan lebih besar dibandingkan standar praktik terbaik penggunaan energi dunia.
Demikian ditegaskan Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun saat menerima kunjungan Gubernur Osaka, Jepang, Ichiro Matsui beserta delegasi di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (17/2).Kunjungan ini berkaitan dengan kerja sama antara Prefektur Osaka, Jepang, dan Pemerintah Indonesia di bidang penggunaan teknologi hemat energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan yang sangat potensial dikembangkan. Ini menimbang potensi industri Osaka dan kebutuhan industri nasional.
Alex mencontohkan, Indonesia membutuhkan energi hingga 650 kilowatt hour (kWh) untuk memproduksi 1 ton baja. Padahal, untuk memproduksi baja dengan tonase sama, industri sejenis di Jepang hanya butuh 350 kWh.Alex berharap kunjungan Gubernur Osaka beserta delegasi dapat mempererat jaringan kerja di antara pemerintah. Selanjutnya, diharapkan kondisi ini diikuti dengan peningkatan hubungan bisnis di antara pelaku industri.
Pada konferensi pers di Hotel Millennium, Jakarta, Ichiro Matsui mengatakan bahwa teknologi hemat energi dan ramah lingkungan yang dikembangkan industri di Osaka telah banyak diterapkan di penjuru dunia.”Kami berharap teknologi ini pun dapat diterapkan di Indonesia. Perusahaan Jepang dan Indonesia dapat saling menjalin kerja sama di bidang bisnis,” kata Matsui.
Ia menuturkan, kerja sama bisnis kedua belah pihak dapat dijalin secara bertahap. “Tahap pertama kami memperkenalkan teknologi yang dikembangkan perusahaan Jepang tersebut,” katanya.Tahap selanjutnya diharapkan teknologi hemat energi tersebut dapat diterapkan di fasilitas umum ataupun instansi dan lembaga pemerintah. Pada tahap ketiga sektor swasta yang menjalin hubungan bisnis.
“Apakah bentuknya sebatas hubungan perdagangan atau investasi itu yang nantinya akan diputuskan masing-masing perusahaan,” kata Matsui yang disertai perwakilan 11 industrialis Osaka dalam delegasi yang dibawanya ke Jakarta.Kesebelas industri Osaka tersebut bergerak di dalam bidang energi baru dan terbarukan, ataupun teknologi hemat energi. Apabila dimungkinkan, Matsui pun berharap perusahaan-perusahaan tersebut juga dapat berinvestasi di Indonesia.
Sumber: http://www.kemenperin.go.id/artikel/8600/Teknologi-Industri-Manufaktur-di-Indonesia-Sudah-Uzur
Baca Juga :
Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia
Menteri ESDM Bicara Persoalan Energi Di Indonesia
About Tridinamika
Related posts
Mengenal Sistem Balometer, Sensor Pendeteksi Virus Corona
30/01/2020
Cara Kerja Thermal Scanner, Teknologi Pendeteksi Virus ...
29/01/2020
Deteksi Virus Corona, Kemenkes Menggunakan Thermal Scanner
28/01/2020
Hari Buruh Nasional 1 Mei
08/03/2017