Sunday , 24 November 2024
Kondisi perekonomian di Indonesia yang melambat berdampak pada kondisi dan nasib tenaga kerja di Jawa Tengah. Terbukti, hingga pertengahan September saat ini, sudah 1.304 buruh pabrik di wilayah Jateng yang mengalami Putusan Hubungan Kerja (PHK).
“Ribuan buruh pabrik yang dirumahkan itu mayoritas bekerja di pabrik garmen wilayah Semarang dan eks-Karesidenan Surakarta,” tegas Kepala Dinsosnakertrans Jateng, Wika Bintang kepada wartawan Senin (21/9).
Wika menjelaskan pemilik pabrik terpaksa mengurangi jumlah karyawannya karena tak kuat mengatasi penguatan kurs dolar terhadap rupiah.
Rata-rata, Wika menjelaskan, para pengusaha yang mem-PHK karyawannya bergerak di pasar ekspor impor.
“Jadi ketika laju ekonomi memburuk ditambah dolar naik terus mau nggak mau solusinya ya harus mengurangi jumlah tenaga kerja,” terangnya.
Selain buruh pabrik garmen, PHK masal juga terjadi di pabrik-pabrik perkayuan dan plastik di pesisir Jawa Tengah, terutama di Jepara dan Kudus yang merupakan sentra kerajinan ukiran kayu dan mebel.
“Beberapa pabrik terlihat limbung saat kondisi perekonomian domestik kian terpuruk. Buruh pabrik kayu dan plastik pasti kena imbas buruknya karena memang saat ini serba sulit,” ungkapnya.
Wika memperkirakan gelombang PHK masal masih terjadi hingga tiga bulan ke depan atau tepat pada triwulan IV 2015.
“Penyebabnya, perekonomian di 35 kabupaten/kota masih melambat. Ini juga masih dipengaruhi laju fiskal nasional yang tak kunjung pulih. Untuk mengatasi perlambatan ekonomi domestik ini, Pemprov Jateng telah membahas berbagai solusi bersama para pengusaha yang tergabung di Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Salah satunya untuk mencari formula agar tak lagi terjadi PHK masal, pungkasnya.
Baca Juga :
1 Comments