Wednesday , 4 December 2024
Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan sektor energi di Indonesia amat besar, mulai dari cadangan minyak yang menipis, infrastruktur yang minim, hingga permainan mafia migas.
Kunci untuk mengatasinya adalah pada kepemimpinan nasional. Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam diskusi dengan masyarakat Indonesia di Washington DC dan sekitarnya.
“Kita mengalami beberapa tantangan di sektor energi. Misalnya di sektor migas, di hulu cadangan kita terus turun karena kita tidak cukup serius dalam mengelola, dan secara alami cadangan yang muda itu adanya di tempat-tempat yang sulit di laut dalam. Sementara secara policy dan regulasi, insentif yang ada tidak cukup utuk mendorong eksplorasi,” kata Sudirman dalam diskusi di KBRI Washington DC, AS, Minggu (5/7/2015).
Persoalan lain adalah infrastruktur. Menurut Sudirman, telah lama Indonesia tidak meningkatkan infrastruktur energi yang ada sehingga proses produksi terganggu.
“Kilang kita paling muda usianya 30 tahun. Storage kita tidak cukup. Kita hanya mampu simpan cadangan selama 20 hari, jadi kalau di atas 20 hari kerepotan,” katanya.
Selain itu, kebijakan perdagangan juga menjadi isu. Batu bara, misalnya, lebih banyak diekspor dibanding untuk konsumsi sendiri, sehingga alih-alih menjadi pengaman kedaulatan energi dalam negeri justru menopang kebutuhan energi negara lain.
“Ekspor terbesar kita batu bara, tapi cadangan kita sebenarnya tidak besar-besar amat. Sayangnya kemudian secara policy perdagangan, batu bara lebih banyak diekspor keluar ketimbang dikonsumsi sendiri. Dari 400 juta ton produksi tiap tahun, hanya 70 jutaan yang dikonsumsi sendiri. Selebihnya menopang kedaulatan energi negara tetangga,” kata Sudirman.
Selain persoalan-persoalan di atas, energi di Indonesia juga terjerat oleh mafia. Dalam kasus Petral, misalnya, sekelompok orang tertentu menguasai jalur impor dan mencegah pemain lain masuk secara adil.
“Ada satu network yang dari waktu ke waktu selalu bisa menguasai jalur impor. Dan ini ada kaitannya dengan kenapa kita tidak maju-maju. Ada orang-orang yang berkepentingan kalau ketergantungan kepada impor semakin tinggi, maka pihak ini makin menguasai. Ini yang oleh pemerintahan saat ini secara kompak ingin diselesaikan, mulai dari Kementerian BUMN, Keuangan, ESDM, semua satu suara,” kata Sudirman.
Dia menambahkan, energi adalah sektor yang hanya diketahui segelintir orang namun dibutuhkan oleh banyak orang. Monopoli pengetahuan ini menjadikan segelintir orang mampu memanipulasi energi demi kepentingan pribadi.
“Di sinilah muncul yang namanya assymetric information, informasi hanya dimiliki segelintir orang. Di negara yang public ethic-nya tinggi nggak masalah karena orang yang sedikit itu akan menjalankan amanah dengan baik. Tapi dalam situasi public ethic rendah, yang terjadi adalah manipulasi, yaitu bagaimana menggenggam pengetahuan yang terbatas itu untuk kepentingan kelompoknya sendiri,” tuturnya
Dalam kaitan itu, sebagai sektor yang menghasilkan banyak uang, energi juga erat terjalin dengan politik.
“Energi dijadikan tumpuan oleh kekautan politik untuk menjadi alat untuk partai politik. Mudah-mudahan bisa berubah ke depan,” kata Sudirman.
Duta Besar RI untuk AS, Budi Bowoleksono, menambahkan bahwa jalinan antara energi dan politik di AS juga amat kuat. Bedanya, regulasi dan etika di AS sudah terbangun dengan baik.
“Di sini juga perusahaan-perusahaan besar energi kaitannya dengan politik kuat sekali, tapi sudah ditata dengan etika, dengan aturan yang sangat transparan,” ujarnya.
Menurut Sudirman, kunci untuk menyelesaikan persoalan tata kelola energi di Indonesia ada pada kepemimpinan nasional.
“Pada waktu ditanya oleh presiden seberapa besar masalah ini bisa diselesaikan, saya jawab kalau ahli barangkali banyak, tapi apakah national leadership kita punya pandangan yang lurus mengenai bagaimana mengatasiinya? Yang penting adalah kelurusan dari national leadership. Ini yang sedang coba dibangun, karena itu berbagai masalah yang kemarin tersumbat sekarang bisa kita urai satu-per satu,” kata Sudirman.
Baca Juga :
2 Comments