Thursday , 21 November 2024
Organisasi lingkungan, Walhi Bangka Belitung, ingin memberikan satu contoh nyata pengembangan energi ramah lingkungan. Krisis istrik di Kepulauan Bangka Belitung dijawab Walhi lewat pembangkit listrik tenaga surya di Desa Rebo, Sungailiat Bangka. Kini, listrik dari surya ini sudah mampu mengaliri rumah-rumah warga 24 jam penuh. Ratno Budi, Direktur Eksekutif Kepulaua Babel mengatakan, kegiatan ini sejak setahun lalu, dan selesai Desember 2014. PLTSu Desa Rebo, katanya, mampu menghasilkan energi listrik lima kilowatt (KW), dan menyuplai untuk 14 rumah tangga di sana.
“Walhi menggandeng perusahaan kontruksi listrik dari Korea Selatan. Alhamdulillah, akhirnya Babel memiliki pembangkit listrik ramah lingkungan,” katanya dalam rilis kepada media, Selasa (3/2/15).
Pembangkit listrik yang dibangun Walhi, bersama organisasi lingkungan Korea Selatan (Korean for Environment Movement-KFEM) inimelibatkan warga dalam proses perakitan. Tujuannya, agar warga ikut belajar bagaimana merakit sistem. “Syukur ke depan kita bisa bangun sendiri, jadi siapkan dulu sumber daya.” PTLSu di desa ini, katanya, sudah mengaliri rumah-rumah warga selama 24 jam penuh.
PLTSu yang dibangun Walhi dan kini sudah bisa menerangi rumah- rumah warga 24 jam penuh di Bangka Belitung. Foto: Walhi
Menurut Uday, biasa dia disapa, pembangunan PLTSu ini jawaban atas keinginan pemerintah membangun PLTN di Negeri Laskar Pelangi ini. “Babel belum memerlukan energi dari nuklir. Ini jawaban buat pemerintah dan pihak-pihak yang ngotot membangun PLTN di Kepulauan Babel. Batan harus tidak memaksakan membangun PLTN di Babel. Kita memiliki sumber energi lain jauh lebih ramah lingkungan,” katanya.
PLTSu ini dibangun dengan dana Rp600 juta. Meskipun cukup besar, namun hasil bagi warga lebih besar. Pembangkit ini mampu bertahan hingga 20 tahun ke depan. Uday meminta, pemerintah bijak menanggapi wacana PLTN di Babel. “Jangan terjebak dengan kepentingan proyek semata. Untuk membangun PLTN di Babel, Batan mendapatkan Rp159 miliar. Itu saja dipakai hanya untuk riset. Bayangkan, jika uang itu untuk membangun PLTSu seperti ini, berapa banyak wilayah di Babel ini atau di Indonesia teratasi krisis listrik?”
Dia berharap, pemerintah daerah bisa bersama-sama membangun pembangkit listrik ramah lingkungan di sana. Potensi daerah ini, kata Uday, sangat besar. Babel memiliki semua, dari angin, panas, sampai gelombang. “Tinggal bagaimana mengajak anak-anak muda riset energi terbarukan. “Mahasiswa, pelajar dan masyarakat harus dilibatkan. Jika ini dilakukan, tidak ada lagi namanya byar pet di Babel ini.”
Walhi, katanya, juga sedang riset sumber listrik lain seperti panas bumi, tenaga angin, dan gelombang laut. “Ke depan akan membangun pembangkit listrik terbarukan model lain di Babel.”
Koperasi pengelola
Meskipun sudah dipakai sehari-hari oleh warga, PLTSu ini baru akan diresmikan Kamis (5/2/15). Pada hari itu, kata Uday, sekaligus deklarasi Koperasi Hijau untuk mengelola PLTSu ini.
Koperasi ini, akan mengelola PLTSu, mulai pungutan ke rumah-rumah warga, manajemen keuangan, perawatan hingga hal-hal teknis lain. “Ini diserahkan kepada masyarakat. Kita ingin warga tak hanya menikmati listrik murah, tetapi ikut menjaga dan mengorganisir diri mereka. Walhi tidak lepas tangan. Kami akan mengontrol PLTSu dan koperasi ini,” ujar dia. (source: mongabay.co.id)
Baca Juga :
3 Comments