Dari bermacam energi hijau yang saat ini tengah dikembangkan, sampah adalah salah satu sumber energi yang sangat layak untuk mendapat perhatian. Seperti kita ketahui bersama bahwa permasalahan pengelolaan sampah adalah permasalahan klasik yang seringkali dihadapi oleh kota-kota besar. Rendahnya kesadaran masyarakat, keterbatasan lahan serta buruknya penanganan menjadikan sampah sering dinilai sebagai biang permasalahan kota. Banjir, kerusakan ekosistem hingga pemanasan global adalah efek yang ditimbulkan dari buruknya penanganan sampah. Gas metana yang dihasilkan oleh timbunan sampah termasuk dalam golongan gas rumah kaca yang memiliki nilai global warming potential 21 kali lebih kuat dibanding karbondioksida (CO2). Hal ini secara langsung mengindikasikan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang global warming terbesar mengingat lebih dari 64% gas yang dihasilkan oleh sampah biasanya adalah gas metana.
Indonesia termasuk negara yang memiliki ribuan tempat pembuangan sampah (TPS).Menurut data yang terkumpul, di Indonesia terdapat kurang lebih 495 lokasi yang berpotensi LFGTE (Landfill Gas To Energy). Dengan demikian bisa diartikan bahwa bila semuanya terealisasi menjadi powerplan, setidaknya akan terdapat 495 desa mandiri energi.
Saat ini, setidaknya Indonesia telah memiliki 2 lokasi TPA yang sudah digunakan sebagai pembangkit listrik. Sejak tahun 2009 sudah beroperasi Pembangkit Listrik dengan Gas Landfill (Landfill Gas to Energy/LFGTE) di TPA Suwung, Sanur Denpasar Bali dan sudah memasok listriknya ke jaringan listrik PLN Jawa-Bali. Jadi di Bantar Gebang adalah yang kedua dan telah terhubung ke jaringan listrik PLN. Sedangkan potensi listrik yang dapat dihasilkan dari gas metana yang dihasilkan dari 495 lokasi TPA-Open Dumping di Indonesia, adalah sekitar 660 MW. (red)
Wow..495 desa berpotensi mendapatkan supply listrik dari sampah
Dari bermacam energi hijau yang saat ini tengah dikembangkan, sampah adalah salah satu sumber energi yang sangat layak untuk mendapat perhatian. Seperti kita ketahui bersama bahwa permasalahan pengelolaan sampah adalah permasalahan klasik yang seringkali dihadapi oleh kota-kota besar. Rendahnya kesadaran masyarakat, keterbatasan lahan serta buruknya penanganan menjadikan sampah sering dinilai sebagai biang permasalahan kota. Banjir, kerusakan ekosistem hingga pemanasan global adalah efek yang ditimbulkan dari buruknya penanganan sampah. Gas metana yang dihasilkan oleh timbunan sampah termasuk dalam golongan gas rumah kaca yang memiliki nilai global warming potential 21 kali lebih kuat dibanding karbondioksida (CO2). Hal ini secara langsung mengindikasikan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang global warming terbesar mengingat lebih dari 64% gas yang dihasilkan oleh sampah biasanya adalah gas metana.
Indonesia termasuk negara yang memiliki ribuan tempat pembuangan sampah (TPS).Menurut data yang terkumpul, di Indonesia terdapat kurang lebih 495 lokasi yang berpotensi LFGTE (Landfill Gas To Energy). Dengan demikian bisa diartikan bahwa bila semuanya terealisasi menjadi powerplan, setidaknya akan terdapat 495 desa mandiri energi.
Saat ini, setidaknya Indonesia telah memiliki 2 lokasi TPA yang sudah digunakan sebagai pembangkit listrik. Sejak tahun 2009 sudah beroperasi Pembangkit Listrik dengan Gas Landfill (Landfill Gas to Energy/LFGTE) di TPA Suwung, Sanur Denpasar Bali dan sudah memasok listriknya ke jaringan listrik PLN Jawa-Bali. Jadi di Bantar Gebang adalah yang kedua dan telah terhubung ke jaringan listrik PLN. Sedangkan potensi listrik yang dapat dihasilkan dari gas metana yang dihasilkan dari 495 lokasi TPA-Open Dumping di Indonesia, adalah sekitar 660 MW. (red)
About Tridinamika
Related posts
4 Tips Menghemat Air di Rumah, Toko, ...
21/05/2018
Pemanfaatan Panel Surya dalam Kehidupan Sehari-hari
15/05/2018
Jangan Sepelekan! 5 Hal ini Berpengaruh Penting ...
26/02/2018
Kelebihan dan Kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin
15/01/2018