Sejak pertama kali diperkenalkan, mesin diesel lebih dikenal sebagai mesin yang irit dan memiliki durabilitas tinggi. Mesin diesel juga dapat beroperasi dalam kurun waktu yang lama tanpa harus dimatikan. Namun, mesin diesel pun sempat memiliki citra yang negatif dimata pecinta kendaraan bermotor. Selain suaranya yang lebih berisik, performa kendaraan bermesin diesel dirasa kurang dalam berakselerasi. Tak heran jika di Indonesia mobil diesel masih kalah populer dibanding mobil bensin. Bahkan, kendaraan operasional pabrik yang dulunya selalu identik dengan mobil diesel pun mulai tergusur oleh MPV bensin.
Namun, itu hanyalah cerita lama. Saat ini, kendaraan bermesin diesel seperti bangkit dari kubur dan siap mendobrak dominasi mesin bensin. Beberapa tahun belakangan, mobil diesel di Tanah Air mulai digandrungi, jumlah pembelinya pun meningkat drastis . Kendaraan seperti Mitsubishi Pajero Sport, Toyota Fortuner VNT, Chevrolet Captiva, hingga Hyundai Santa Fe telah menjadi tren baru bagi para eksekutif muda. Lantas, teknologi apakah yang mampu membuat mesin diesel begitu menggeliat?
Teknologi itu bernama Common Rail. Awalnya mesin diesel yang diperkenalkan mempunyai teknologi indirect injection. Setelah itu, berkembang ke direct injection dimana pembakaran langsung berada di atas piston. Suara yang dihasilkan relatif lebih kasar dibanding indirect injection, namun memiliki tenaga yang lebih baik dibanding indirect injection. Pada Mesin Diesel konvensional, mekanisme penyemburan bahan bakar diatur oleh oleh Injection Pump (dikenal dengan istilah BosPom). Injection Pump inilah yang akan memompa bahan bakar ke silinder. Besarnya sistem tekanan injeksi dapat setinggi 200 Bar (sekitar 3000psi)
Dalam blog pribadinya, Iwan Sudjatmiko selaku pakar mesin diesel menjelaskan jika pada sistem common rail diesel, fungsi dari Injection Pump digantikan oleh rail. Bahan bakar dari tangki bahan bakar disuplai ke akumulator dan kemudian dikirim melalui pipa ke injectors (rail). Bahan bakar tersebut kemudian disuntikkan ke dalam ruang pembakaran melalui nozzle. Pada generasi pertama common rail, tekanan bahan bakar berkisar antara 600-800 Bar. Sedangkan pada generasi ketiga, common rail diesel mampu menghasilkan tekanan bahan bakar hingga 1.800 bar atau 26.000 psi. Hal ini dikarenakan sistem common rail generasi ketiga menggunakan injector piezoelektrik yang lebih presisi. Keuntungan dari Common rail adalah naiknya tingkat efisiensi mesin dimana dengan tekanan injeksi tinggi maka bahan bakar akan semakin irit dan tenaga jauh lebih baik. Kedua, mesin akan menghasilkan getaran yang lebih halus dan yang ketiga, mesin diesel modern biasanya dilengkapi dengan electronik control unit( ECU) dimana timing pengabutan dapat dengan mudah dimanipulasi oleh Piggy back untuk diperoleh tenaga yang lebih baik. Dan performa mesin dieselpun semakin menggila ketika teknologi common rail dipadukan dengan teknologi variable nozzle turbo charger. Tak heran jika mesin diesel modern mampu menyemburkan tenaga hingga 2 – 3 kali lipat diesel konvensional untuk kapasitas silinder yang sama.
Meski demikian, teknologi common rail bukan tanpa kelemahan. Dengan lubang di kepala nozzle yang lebih sempit, otomatis akan sangat rawan terhadap penyumbatan. Penyumbatan dapat disebabkan oleh kwalitas bahan bakar yang banyak mengandung sulphur. Dengan penjelasan diatas, tak heran jika kendaraan diesel mampu merebut hati banyak konsumen dalam waktu yang singkat. Kombinasi dari antara Torsi Maksimum mesin yang besar, pemakaian bahan bakar yang efisien, dan mesin yang lebih ramah lingkungan menjadi point penilaian tersendiri. Bagaimanakah dengan Anda? Masihkah DIESEL PHOBIA? (br)
Mengapa mobil diesel semakin diminati?
Sejak pertama kali diperkenalkan, mesin diesel lebih dikenal sebagai mesin yang irit dan memiliki durabilitas tinggi. Mesin diesel juga dapat beroperasi dalam kurun waktu yang lama tanpa harus dimatikan. Namun, mesin diesel pun sempat memiliki citra yang negatif dimata pecinta kendaraan bermotor. Selain suaranya yang lebih berisik, performa kendaraan bermesin diesel dirasa kurang dalam berakselerasi. Tak heran jika di Indonesia mobil diesel masih kalah populer dibanding mobil bensin. Bahkan, kendaraan operasional pabrik yang dulunya selalu identik dengan mobil diesel pun mulai tergusur oleh MPV bensin.
Namun, itu hanyalah cerita lama. Saat ini, kendaraan bermesin diesel seperti bangkit dari kubur dan siap mendobrak dominasi mesin bensin. Beberapa tahun belakangan, mobil diesel di Tanah Air mulai digandrungi, jumlah pembelinya pun meningkat drastis . Kendaraan seperti Mitsubishi Pajero Sport, Toyota Fortuner VNT, Chevrolet Captiva, hingga Hyundai Santa Fe telah menjadi tren baru bagi para eksekutif muda. Lantas, teknologi apakah yang mampu membuat mesin diesel begitu menggeliat?
Teknologi itu bernama Common Rail. Awalnya mesin diesel yang diperkenalkan mempunyai teknologi indirect injection. Setelah itu, berkembang ke direct injection dimana pembakaran langsung berada di atas piston. Suara yang dihasilkan relatif lebih kasar dibanding indirect injection, namun memiliki tenaga yang lebih baik dibanding indirect injection. Pada Mesin Diesel konvensional, mekanisme penyemburan bahan bakar diatur oleh oleh Injection Pump (dikenal dengan istilah BosPom). Injection Pump inilah yang akan memompa bahan bakar ke silinder. Besarnya sistem tekanan injeksi dapat setinggi 200 Bar (sekitar 3000psi)
Dalam blog pribadinya, Iwan Sudjatmiko selaku pakar mesin diesel menjelaskan jika pada sistem common rail diesel, fungsi dari Injection Pump digantikan oleh rail. Bahan bakar dari tangki bahan bakar disuplai ke akumulator dan kemudian dikirim melalui pipa ke injectors (rail). Bahan bakar tersebut kemudian disuntikkan ke dalam ruang pembakaran melalui nozzle. Pada generasi pertama common rail, tekanan bahan bakar berkisar antara 600-800 Bar. Sedangkan pada generasi ketiga, common rail diesel mampu menghasilkan tekanan bahan bakar hingga 1.800 bar atau 26.000 psi. Hal ini dikarenakan sistem common rail generasi ketiga menggunakan injector piezoelektrik yang lebih presisi. Keuntungan dari Common rail adalah naiknya tingkat efisiensi mesin dimana dengan tekanan injeksi tinggi maka bahan bakar akan semakin irit dan tenaga jauh lebih baik. Kedua, mesin akan menghasilkan getaran yang lebih halus dan yang ketiga, mesin diesel modern biasanya dilengkapi dengan electronik control unit( ECU) dimana timing pengabutan dapat dengan mudah dimanipulasi oleh Piggy back untuk diperoleh tenaga yang lebih baik. Dan performa mesin dieselpun semakin menggila ketika teknologi common rail dipadukan dengan teknologi variable nozzle turbo charger. Tak heran jika mesin diesel modern mampu menyemburkan tenaga hingga 2 – 3 kali lipat diesel konvensional untuk kapasitas silinder yang sama.
Meski demikian, teknologi common rail bukan tanpa kelemahan. Dengan lubang di kepala nozzle yang lebih sempit, otomatis akan sangat rawan terhadap penyumbatan. Penyumbatan dapat disebabkan oleh kwalitas bahan bakar yang banyak mengandung sulphur. Dengan penjelasan diatas, tak heran jika kendaraan diesel mampu merebut hati banyak konsumen dalam waktu yang singkat. Kombinasi dari antara Torsi Maksimum mesin yang besar, pemakaian bahan bakar yang efisien, dan mesin yang lebih ramah lingkungan menjadi point penilaian tersendiri. Bagaimanakah dengan Anda? Masihkah DIESEL PHOBIA? (br)
About Tridinamika
Related posts
Tubuh Menjadi Panas Ketika Sakit, Berdasarkan Thermal ...
06/03/2020
SpaceX Gagal Uji Coba, Siap Luncurkan Astronaut ...
14/02/2020
Jamur dari Radiasi Chernobyl Bisa Berguna untuk ...
13/02/2020
Bumi akan Musnah, Kejadian Carrington akan Terulang ...
12/02/2020