Saturday , 23 November 2024
Sebagai salah satu negara yang dianggap terdepan Inovasi Listrik Singapore sudah lebih baik dalam pengelolaan sistem kelistrikan di Asia Tenggara, Singapura banyak melakukan terobosan penting dalam bidang kelistrikan. Diantaranya, pengolahan sampah menjadi energi listrik, pengolahan kotoran manusia menjadi energi listrik, pembuatan bangunan zero energi, hingga pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung.
Sejak 2008 lalu, Singapura telah mampu memasok 3% listrik dari total kebutuhan listrik nasionalnya yang berasal dari bahan bakar sampah yang diproduksi melalui empat stasiun pembakar sampah. Alhasil, pada sampah padat Singapura mencapai 7.676 ton tiap harinya sejak 2001, perlahan-lahan berhasil diatasi.
Pada 2005, Singapura membangun pabrik bio metanisasi. Pabrik tersebut meproses sampah makanan dan sampah organik dari hotel, dapur, dan pabrik makanan menjadi energi bersih dan kompos. Melalui proses yang disebut bio metanisasi, bakteri kemudian menguraikan sampah makanan menjadi kompos serta gas metan. Gas itulah yang kemudian ditampung dan dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin besar bertenaga gas yang dapat menghasilkan listrik.
Terobosan lain dilakukan oleh para ahli Nanyang Technological University, Singapura yang berhasil menciptakan toilet untuk mengubah kotoran manusia menjadi listrik dan pupuk.
Untuk menghasilkan listrik dan pupuk, toilet tersebut akan memisahkan komponen padat dan cair. Melalui sistem pembuangan, limbah cair akan dikirim ke fasilitas pengolahan tempat nitrogen, fosfor, dan potasium akan dipanen. Pada saat yang sama, kotoran tersebut akan dikirim ke bioreaktor yang kemudian diolah untuk menghasilkan biogas yang kaya metana. Metana nantinya bisa dimanfaatkan sebagai pengganti gas untuk memasak maupun diubah menjadi listrik.
Singapura juga tengah melakukan uji coba smart grid yang telah memasuki fase kedua. Smart grid tersebut memungkinkan pasokan listrik di Singapura dari pembangkit listrik yang dibangun pelanggan ke jaringan milik perusahaan pembangkit listrik. Kini, beberapa pelanggan listrik, baik industri maupun masyarakat Singapura, telah mengoperasikan pembangkit sel surya atau kincir angin.
Seiring dengan era green building, di Singapura kini dibangun sebuah kompleks bangunan yang disebut zero energy building (ZEB) atau bangunan nol energi yang dibangun oleh Building and Construction Academy (BCA). Disebut ZEB karena bangunan tersebut sehari-hari menggunakan panel tenaga matahari sebagai sumber energi.
Selain menggunakan tenaga mata-hari sebagai sumber energi, bangunan tersebut juga menampung air hujan untuk digunakan sebagai toilet. Hampir tidak ada sisi gedung yang tidak terkena sinar matahari sehingga menghemat penggunaan listrik untuk penerangan, terutama pada siang hari. Tetapi interior bangunan tetap mendapat cahaya alami.
Dengan hitung-hitungan tarif listrik sebesar 21,69 sen per kWh, bangunan tersebut berhasil menghemat pengeluaran hingga 84.000 dollar Singapura per tahun.
Inovasi menarik lain yang dilakukan Singapura adalah rencana pembangunan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung pertama di Singapura dan di Asia Tenggara. Rencananya, Badan Pembangunan Ekonomi Singapura (EDB) dan badan Pengelola Air Nasional Singapura (PUB) akan membangun PLTS bernilai 8,6 juta dolar AS. Pilot project PLTS terapung tersebut akan dibangun di waduk penampungan air berkapasitas 2 MW. (cha)
3 Comments