Mengolah Limbah Nyamplung Jadi Pakan Ternak Bernutrisi
Limbah hasil pengepresen biji nyamplung (Calophyllum inophllum L)
Limbah hasil pengepresen biji nyamplung (Calophyllum inophllum L) untuk pengolahan biodiesel atau yang biasa disebut bungkil, apabila diolah dengan benar bisa menjadi salah satu alternatif pakan ternak yang bernutrisi. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Budi Leksono, peneliti utama dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta yang telah berhasil mengolah limbah nyamplung menjadi pakan ternak.
Atas karyanya tersebut telah meraih penghargaan Pertamina Award Riset Sobat Bumi Pertamina tahun 2014, kategori penelitian yang ditujukan untuk masyarakat demi keberlanjutan bumi yang hijau.
“Bungkil biji nyamplung mempunyai kandungan protein sebesar 10-20% lebih tinggi dari jenis campuran pakan lain, semisal dedak,” Kata Budi.
Dari hasil analisis di Laboratorium Biokimia Nutrisi Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, menunjukkan bahwa kandungan protein kasar pada bungkil biji nyamplung sangat tinggi sebesar 21-23%. Lebih tinggi dari bekatul (11-13%) dan biasa digunakan sebagai konsentrat pakan ternak. Sehingga secara teori, bungkil telah memenuhi syarat untuk pakan ternak
Budi telah menguji pada ternak kambing di Desa Patutrejo, Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. “Kambing yang mengkonsumsi pakan ternak dari bungkil menghasilkan peningkatan berat badan yang signifikan, hampir 200 gram per hari. Selain itu, badan kambing makin sehat, cepat gemuk serta usia panen kambing makin singkat, cukup 3-4 bulan saja,” katanya.
Namun demikian, dia menyatakan bahwa sebagai pakan ternak, bungkil biji nyamplung tersebut harus diolah menjadi ‘burger’ pakan ternak yang terfermentasi sehingga bisa tahan lama dan bergizi.
“Teknologi tepat guna tersebut telah kami transfer kepada Kelompok Tani Setya Kawan di Desa Patutrejo,” kata Budi.
Selain teknologi tersebut, ia juga telah mentransfer teknologi tepat guna pembuatan kandang “joglo” yang dapat menampung kotoran ternak, pupuk organik cair (POC) yang mengandung hara tinggi serta tanaman unggul nyamplung yang mempunyai rendemen minyak tinggi.
Ide teknologi tepat guna pembuatan burger pakan ternak fermentasi dari biji nyamplung muncul karena keinginan Budi untuk membantu masyarakat dalam menyediakan alternatif pakan ternak dan melihat makin menumpuknya limbah industri minyak nyamplung. Diketahui bahwa bungkil biji nyamplung dapat mencapai 50% dari berat biji kering dan akan menjadi masalah baru bagi lingkungan apabila tidak dimanfaatkan.
“Saya berharap hasil riset ini dapat dikembangkan dalam skala operasional dalam bentuk pilot project pada beberapa lokasi pengembangan sesuai dengan topik riset yang dihasilkan sehingga makin membumi dan memberikan dampak kepada masyarakat dalam skala yang lebih luas,” kata Budi.
Lebih lanjut, Budi menyatakan bahwa ke depan ketersediaan pakan hijau akan terbatas dan semakin tinggi harganya. Limbah nyampung mempunyai potensi lain untuk dimanfaatkan. Misalnya cangkang nyamplung dapat diolah menjadi briket arang yang juga menghasilkan asap cair yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet ikan maupun kayu.
Selain itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker karena resin atau getah biji nyamplung mengandung senyawa kumarin sekitar 0,1 mg, sekitar 10 kali lipat dibandingkan tanaman lain.
Mengolah Limbah Nyamplung Jadi Pakan Ternak Bernutrisi
Mengolah Limbah Nyamplung Jadi Pakan Ternak Bernutrisi
Limbah hasil pengepresen biji nyamplung (Calophyllum inophllum L)
Limbah hasil pengepresen biji nyamplung (Calophyllum inophllum L) untuk pengolahan biodiesel atau yang biasa disebut bungkil, apabila diolah dengan benar bisa menjadi salah satu alternatif pakan ternak yang bernutrisi. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Budi Leksono, peneliti utama dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta yang telah berhasil mengolah limbah nyamplung menjadi pakan ternak.
Atas karyanya tersebut telah meraih penghargaan Pertamina Award Riset Sobat Bumi Pertamina tahun 2014, kategori penelitian yang ditujukan untuk masyarakat demi keberlanjutan bumi yang hijau.
“Bungkil biji nyamplung mempunyai kandungan protein sebesar 10-20% lebih tinggi dari jenis campuran pakan lain, semisal dedak,” Kata Budi.
Dari hasil analisis di Laboratorium Biokimia Nutrisi Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, menunjukkan bahwa kandungan protein kasar pada bungkil biji nyamplung sangat tinggi sebesar 21-23%. Lebih tinggi dari bekatul (11-13%) dan biasa digunakan sebagai konsentrat pakan ternak. Sehingga secara teori, bungkil telah memenuhi syarat untuk pakan ternak
Budi telah menguji pada ternak kambing di Desa Patutrejo, Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. “Kambing yang mengkonsumsi pakan ternak dari bungkil menghasilkan peningkatan berat badan yang signifikan, hampir 200 gram per hari. Selain itu, badan kambing makin sehat, cepat gemuk serta usia panen kambing makin singkat, cukup 3-4 bulan saja,” katanya.
Namun demikian, dia menyatakan bahwa sebagai pakan ternak, bungkil biji nyamplung tersebut harus diolah menjadi ‘burger’ pakan ternak yang terfermentasi sehingga bisa tahan lama dan bergizi.
“Teknologi tepat guna tersebut telah kami transfer kepada Kelompok Tani Setya Kawan di Desa Patutrejo,” kata Budi.
Selain teknologi tersebut, ia juga telah mentransfer teknologi tepat guna pembuatan kandang “joglo” yang dapat menampung kotoran ternak, pupuk organik cair (POC) yang mengandung hara tinggi serta tanaman unggul nyamplung yang mempunyai rendemen minyak tinggi.
Ide teknologi tepat guna pembuatan burger pakan ternak fermentasi dari biji nyamplung muncul karena keinginan Budi untuk membantu masyarakat dalam menyediakan alternatif pakan ternak dan melihat makin menumpuknya limbah industri minyak nyamplung. Diketahui bahwa bungkil biji nyamplung dapat mencapai 50% dari berat biji kering dan akan menjadi masalah baru bagi lingkungan apabila tidak dimanfaatkan.
“Saya berharap hasil riset ini dapat dikembangkan dalam skala operasional dalam bentuk pilot project pada beberapa lokasi pengembangan sesuai dengan topik riset yang dihasilkan sehingga makin membumi dan memberikan dampak kepada masyarakat dalam skala yang lebih luas,” kata Budi.
Lebih lanjut, Budi menyatakan bahwa ke depan ketersediaan pakan hijau akan terbatas dan semakin tinggi harganya. Limbah nyampung mempunyai potensi lain untuk dimanfaatkan. Misalnya cangkang nyamplung dapat diolah menjadi briket arang yang juga menghasilkan asap cair yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet ikan maupun kayu.
Selain itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker karena resin atau getah biji nyamplung mengandung senyawa kumarin sekitar 0,1 mg, sekitar 10 kali lipat dibandingkan tanaman lain.
(source : mongabay.co.id)
Baca Juga :
Mengolah Limbah Makanan Jadi Biogas
Tips Untuk Mengurai Limbah Rumah
About Tridinamika
Related posts
Festival Film Enviromental 2015 “Focus On Our ...
09/12/2014
Semangat Inovatif Dan Kreasi Batan Untuk Indonesia ...
29/11/2014
Tridinamika Goes To Campus – “Excellence Actions ...
24/10/2014
Mengetahui Lebih Jauh Tentang Energi Listrik: Fakta ...
13/10/2014