Perkembangan dunia modern membawa keuntungan ekonomi digital pada manusia dalam beberapa dekade terakhir ini. Namun, belum banyak yang mengungkap dampak buruk jejak karbon ekonomi digital. Sistem penyimpanan digital, pusat data, kecerdasan buatan, dan uang elektronik, semuanya menghabiskan banyak energi listrik yang berasal dari pembakaran batubara. Ini tidak banyak diketahui oleh kebanyakan orang, namun harus dipahami apabila ingin mencapai potensi ekonomi digital yang maksimal. Perkembangan digital ekonomi dan pertumbuhan ekonomi hijau tidak bisa berjalan bersamaan tanpa ada aksi dengan sistem menyeluruh. Ini justru meningkatkan emisi gas rumah kaca, memperburuk krisis iklim dan mengancam kemanusiaan.
Pembakaran Batubara
Pembakaran batubara menyimpan energi di dalamnya secara kimia melalui ikatan-ikatan kimia antara karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Batubara tidak memiliki struktur kimia yang baku, karena ia merupakan campuran dari beberapa ikatan hidrokarbon yang kompleks. Ikatan-ikatan hidrokarbon inilah yang menyimpan energi, yang apabila terputus melalui proses pembakaran, akan menghasilkan energi panas yang untuk selanjutnya dipergunakan panasnya di boiler untuk memanaskan air. Dari data carbon dioxide analyzer, CO2 yang dikenal dengan sebutan gas rumah kaca, menjadi satu dari beberapa gas buang yang mengakibatkan terjadinya global warming (pemanasan global). CO2 selalu dihasilkan oleh semua jenis proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar fosil berbasis hidrokarbon, terutama dari pembakaran batubara.
China merupakan produsen terbesar bahan langka ini di dunia dan mampu memenuhi hampir 70% kebutuhan global per tahunnya. Namun, proses produksi skala untuk ekstraksi logam di Cina menimbulkan masalah lain, yaitu pencemaran air, udara dan tanah dengan logam berat dan material radioaktif. Sebuah riset tentang penilaian siklus hidup (life-cycle assessment) dari logam langka tersebut menunjukkan bahwa proses ekstraksi jauh dari ramah lingkungan, memakan banyak energi, dan melepaskan emisi radioaktif, terutama pelepasan karbon dioksida berdasarkan data dari carbon dioxide analyzer. Perkembangan teknologi sangat bergantung kepada batubara karena lalu lintas digital membutuhkan infrastruktur fisik yang terdistribusi luas dan mengkonsumsi listrik. Batubara merupakan sumber utama listrik dunia sekaligus kontributor utama krisis iklim. Cina dan Amerika Serikat merupakan penghasil utama batubara di dunia.
Laporan Greeenpeace
Laporan Greeenpeace Asia Timur dan North China Electric Power University, berdasarkan data dari carbon dioxide analyzer, menjelaskan bahwa pusat data di China memproduksi 99 juta ton CO2 di tahun 2018, atau setara dengan jumlah emisi 21 juta mobil yang dikemudikan selama 1 tahun. Selain emisi gas rumah kaca, kita juga patut khawatir terhadap limbah elektronik. Limbah ini merupakan sisa atau produk samping dari aktivitas pusat data, yang mencakup 2% limbah kering dan 70% limbah beracun di Amerika Serikat. Dan Geotech adalah salah satu brand yang dilengkapi dengan sensor carbon dioxide analyzer yang memiliki akurasi yang sangat tinggi. Sehingga brand ini banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar ataupun menengah dalam melakukan proses pengujian secara sistematis.
Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa pelatihan model kecerdasan buatan skala besar dengan cara menyuplai data jumlah besar ke sistem komputer dan bertanya tentang prediksi – bisa melepaskan 284 ton CO2. Jumlah ini 5 kali lebih besar dari rata-rata emisi mobil Amerika selama masa pakai mereka. Hasil ini juga menunjukkan bahwa ada masalah jejak karbon dalam pengembangan kecerdasan buatan.
Perkembangan Teknologi, Berperan dalam Perubahan Iklim
Perkembangan dunia modern membawa keuntungan ekonomi digital pada manusia dalam beberapa dekade terakhir ini. Namun, belum banyak yang mengungkap dampak buruk jejak karbon ekonomi digital. Sistem penyimpanan digital, pusat data, kecerdasan buatan, dan uang elektronik, semuanya menghabiskan banyak energi listrik yang berasal dari pembakaran batubara. Ini tidak banyak diketahui oleh kebanyakan orang, namun harus dipahami apabila ingin mencapai potensi ekonomi digital yang maksimal. Perkembangan digital ekonomi dan pertumbuhan ekonomi hijau tidak bisa berjalan bersamaan tanpa ada aksi dengan sistem menyeluruh. Ini justru meningkatkan emisi gas rumah kaca, memperburuk krisis iklim dan mengancam kemanusiaan.
Pembakaran Batubara
Pembakaran batubara menyimpan energi di dalamnya secara kimia melalui ikatan-ikatan kimia antara karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Batubara tidak memiliki struktur kimia yang baku, karena ia merupakan campuran dari beberapa ikatan hidrokarbon yang kompleks. Ikatan-ikatan hidrokarbon inilah yang menyimpan energi, yang apabila terputus melalui proses pembakaran, akan menghasilkan energi panas yang untuk selanjutnya dipergunakan panasnya di boiler untuk memanaskan air. Dari data carbon dioxide analyzer, CO2 yang dikenal dengan sebutan gas rumah kaca, menjadi satu dari beberapa gas buang yang mengakibatkan terjadinya global warming (pemanasan global). CO2 selalu dihasilkan oleh semua jenis proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar fosil berbasis hidrokarbon, terutama dari pembakaran batubara.
China merupakan produsen terbesar bahan langka ini di dunia dan mampu memenuhi hampir 70% kebutuhan global per tahunnya. Namun, proses produksi skala untuk ekstraksi logam di Cina menimbulkan masalah lain, yaitu pencemaran air, udara dan tanah dengan logam berat dan material radioaktif. Sebuah riset tentang penilaian siklus hidup (life-cycle assessment) dari logam langka tersebut menunjukkan bahwa proses ekstraksi jauh dari ramah lingkungan, memakan banyak energi, dan melepaskan emisi radioaktif, terutama pelepasan karbon dioksida berdasarkan data dari carbon dioxide analyzer. Perkembangan teknologi sangat bergantung kepada batubara karena lalu lintas digital membutuhkan infrastruktur fisik yang terdistribusi luas dan mengkonsumsi listrik. Batubara merupakan sumber utama listrik dunia sekaligus kontributor utama krisis iklim. Cina dan Amerika Serikat merupakan penghasil utama batubara di dunia.
Laporan Greeenpeace
Laporan Greeenpeace Asia Timur dan North China Electric Power University, berdasarkan data dari carbon dioxide analyzer, menjelaskan bahwa pusat data di China memproduksi 99 juta ton CO2 di tahun 2018, atau setara dengan jumlah emisi 21 juta mobil yang dikemudikan selama 1 tahun. Selain emisi gas rumah kaca, kita juga patut khawatir terhadap limbah elektronik. Limbah ini merupakan sisa atau produk samping dari aktivitas pusat data, yang mencakup 2% limbah kering dan 70% limbah beracun di Amerika Serikat. Dan Geotech adalah salah satu brand yang dilengkapi dengan sensor carbon dioxide analyzer yang memiliki akurasi yang sangat tinggi. Sehingga brand ini banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar ataupun menengah dalam melakukan proses pengujian secara sistematis.
Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa pelatihan model kecerdasan buatan skala besar dengan cara menyuplai data jumlah besar ke sistem komputer dan bertanya tentang prediksi – bisa melepaskan 284 ton CO2. Jumlah ini 5 kali lebih besar dari rata-rata emisi mobil Amerika selama masa pakai mereka. Hasil ini juga menunjukkan bahwa ada masalah jejak karbon dalam pengembangan kecerdasan buatan.
About Tridinamika
Related posts
Gas Detector Analyzer Alat Ukur Kadar Gas ...
15/10/2021
Dimana Beli Particle Counter KANOMAX?
10/09/2021
Mengenal Fungsi Air Quality Monitor
25/07/2021
Tubuh Menjadi Panas Ketika Sakit, Berdasarkan Thermal ...
06/03/2020