Proses komposting konvensional memiliki kelemahan, yaitu hilangnya potensi pemanfaatan bahan-bahan organik dari sampah sebagai sumber energi (biogas). Dari neraca energi, proses komposting adalah termasuk proses yang memerlukan energi. Proses komposting yang terbuka juga berpotensi menimbulkan bau jika tidak dilakukan secara benar. Proses pengolahan secara anaerobic menjanjikan beberapa keuntungan, yaitu mendapatkan biogas sebagai sumber energi dan proses yang berlangsung tertutup akan meminimalkan pelepasan bau ke lingkungan.
Proses anaerob untuk menghasilkan biogas biasa diterapkan pada pengolahan limbah cair yang memiliki kandungan organik tinggi. Untuk pengolahan limbah organik padat, misalnya kotoran hewan, biasanya dilakukan pengenceran terlebih dahulu. Proses seperti ini memerlukan volume digester yang besar.
Sampah organik dapat ikut diumpankan ke dalam digester anaerob suatu IPAL. Upaya ini sering disebut cofermentasi. Cofermentasi tersebut sudah banyak diterapkan di banyak negara, a.l. Austria, Jerman, dsb. Namun, cofermentasi seperti ini tidak bisa diterapkan pada setiap digester anaerob, tergantung pada desain awal digester anaerob.
Perkembangan terbaru dari proses pengolahan sampah organik secara anaerob pada kondisi basah padat dengan kandungan air yang relatif rendah, sering disebut dengan dry fermentation atau lebih tepat solid fermentation. Teknologi ini memiliki prospek ekonomi yang sangat bagus, khususnya di Indonesia yang sedang menghadapi masalah kecukupan energi dan masalah penanganan sampah, di samping masalah-masalah yang lain.
Anaerobic Composting dengan teknik dry fermentation sistem perkolasi melalui teknologi anaerobic composting dengan teknik dry fermentation sistem perkolasi, sampah padat organik diolah menjadi biogas, kompos, dan pupuk cair. Cara kerja teknologi ini sangat sederhana, meliputi tahapan sbb : sampah padat organik ditempatkan di dalam fermenter dan kemudian diperciki air yang kemudian dialirkan kembali ke dalam tanki penampung melalui sistem drainase.
Biogas dari fermenter dan tangki penampung dapat digunakan untuk memasak atau pembangkit listrik. Sisa bahan padat dijadikan kompos dan cairan sisa dapat dijadikan pupuk cair. Teknologi ini dapat menjadi mata rantai konsep pertanian terpadu Bio Cyclo Farming (BCF).
Generasi Energi Berkelanjutan Dari Bahan Organik
Proses komposting konvensional memiliki kelemahan, yaitu hilangnya potensi pemanfaatan bahan-bahan organik dari sampah sebagai sumber energi (biogas). Dari neraca energi, proses komposting adalah termasuk proses yang memerlukan energi. Proses komposting yang terbuka juga berpotensi menimbulkan bau jika tidak dilakukan secara benar. Proses pengolahan secara anaerobic menjanjikan beberapa keuntungan, yaitu mendapatkan biogas sebagai sumber energi dan proses yang berlangsung tertutup akan meminimalkan pelepasan bau ke lingkungan.
Proses anaerob untuk menghasilkan biogas biasa diterapkan pada pengolahan limbah cair yang memiliki kandungan organik tinggi. Untuk pengolahan limbah organik padat, misalnya kotoran hewan, biasanya dilakukan pengenceran terlebih dahulu. Proses seperti ini memerlukan volume digester yang besar.
Sampah organik dapat ikut diumpankan ke dalam digester anaerob suatu IPAL. Upaya ini sering disebut cofermentasi. Cofermentasi tersebut sudah banyak diterapkan di banyak negara, a.l. Austria, Jerman, dsb. Namun, cofermentasi seperti ini tidak bisa diterapkan pada setiap digester anaerob, tergantung pada desain awal digester anaerob.
Perkembangan terbaru dari proses pengolahan sampah organik secara anaerob pada kondisi basah padat dengan kandungan air yang relatif rendah, sering disebut dengan dry fermentation atau lebih tepat solid fermentation. Teknologi ini memiliki prospek ekonomi yang sangat bagus, khususnya di Indonesia yang sedang menghadapi masalah kecukupan energi dan masalah penanganan sampah, di samping masalah-masalah yang lain.
Anaerobic Composting dengan teknik dry fermentation sistem perkolasi melalui teknologi anaerobic composting dengan teknik dry fermentation sistem perkolasi, sampah padat organik diolah menjadi biogas, kompos, dan pupuk cair. Cara kerja teknologi ini sangat sederhana, meliputi tahapan sbb : sampah padat organik ditempatkan di dalam fermenter dan kemudian diperciki air yang kemudian dialirkan kembali ke dalam tanki penampung melalui sistem drainase.
Biogas dari fermenter dan tangki penampung dapat digunakan untuk memasak atau pembangkit listrik. Sisa bahan padat dijadikan kompos dan cairan sisa dapat dijadikan pupuk cair. Teknologi ini dapat menjadi mata rantai konsep pertanian terpadu Bio Cyclo Farming (BCF).
Teknologi ini memiliki berbagai keunggulan sbb.:
(red)
Dr.-Ing. Muhammad Abdul Kholiq. MSc.
Baca juga : Sapi Listrik Atau Sampah Listrik?
About Tridinamika
Related posts
Mengenal Gas Metana Sebagai Sumber Energi Baru
11/01/2017
Sampah Plastik Sebagai Sumber Energi
09/01/2017
8 Fakta Tentang Plastik Dan Styrofoam
02/12/2016
Mengenal pembangkit listrik tenaga Mikrohidro
07/10/2016